byAdmin3; 2018-11-27 11:49:00; tech-festival-2018; Pemutaran Film Dokumenter IPTEK . BULAN TEKNOLOGI BPTBA LIPI TAHUN 2018 Gunungkidul - Jum'at, 16 November 2018, Pkl. 13:00 WIB, Puncak Acara Bulan Teknologi Tahun 2018 Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI› Utama›Festival Film Dokumenter,... OlehNINO CITRA ANUGRAHANTO 2 menit baca KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO Sejumlah pengunjung sedang bercakap-cakap seusai menonton film pertama yang diputar dalam pembukaan Festival Film Dokumenter, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.YOGYAKARTA, KOMPAS—Film dokumenter dapat menjadi media untuk mengedukasi masyarakat. Hal itu dilakukan dengan cara merefleksikan kisah dan nilai yang termuat dalam film. Sebab, banyak film dokumenter itu bertema sosial yang sebenarnya refleksi dari kehidupan itu disampaikan oleh Direktur Forum Film Dokumenter Henricus Pria Setiawan, saat membuka Festival Film Dokumenter FFD 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Yogyakarta, Rabu 5/12/2018 malam. “Secara umum, kami ingin mengembangkan film dokumenter sebagai salahs atu media pembelajaran di Indonesia. Selama 17 tahun ini, memang diawali dengan sebuah festival yang disertai program-program yang dikerjakan secara berkelanjutan,” kata Direktur Forum Film Dokumenter Henricus Pria Setiawan, saat membuka Festival Film Dokumenter FFD 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.Pria menjelaskan, film-film yang diputarkan dalam festival tersebut diharapkan bisa menjadi referensi tontonan bagi masyarakat. Isu-isu sosial yang kerap diusung oleh pembuat film dokumenter diyakini memicu penontonnya untuk mau berpikir kritis mengenai berbagai hal di sekitar mereka.“Itu juga edukasi menurut kami dengan cara literasi media kepada masyarakat. Bagaimana film dokumenter merespon isu sekitar kita untuk dikembalikan kepada kita agar dikritisi bersama,” kata festival itu, terdapat 94 film yang akan diputarkan selama berlangsungnya ajang ini, mulai 5-12 Desember. Film-film itu berasal dari 27 CITRA ANUGRAHANTO Umar Haen, musisi asal Yogyakarta, sedang tampil dalam pembukaan Festival Film Dokumenter 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.Film berjudul “Beautiful Things” karya Giorgio Ferrero dan Federico Bausin menjadi tontonan yang diputar dalam acara pembukaan festival itu. Secara garis besar, film itu mengajak penontonnya untuk memikirkan ulang tentang kerakusan manusia dalam mengonsumsi berbagai barang. Sering kali, mereka tak memikirkan bagaimana barang itu diproduksi hingga terdistribusi ke tangan mereka. Ada campur tangan para pekerja dalam rantai produksi barang-barang tersebut yang kerap tak kita sadari sejumlah program yang disajikan oleh penyelenggara dalam festival itu. Program itu berupa eksebisi, kompetisi, hingga diskusi. Hal-hal itu diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat melalui cara menonton, mengupas, hingga memproduksi suatu film Direktur Festival Film Dokumenter 2018 Uki Satya, saat membuka Festival Film Dokumenter FFD 2018, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Yogyakarta, Rabu 5/12/2018.Direktur FFD 2018 Uki Satya menyampaikan, tahun ini, festival itu hadir tanpa tema. Hal itu sengaja dilakukan agar tidak membatasi karya-karya dokumenter yang akan saling bertemu dalam berbagai program di festival itu.“Setiap program berdiri sendiri sebagai respons atas dinamika sosial tanpa adanya batasan dalam tema festival. Kata kunci yang menggaris bawahi program kami adalah edukasi dengan semangat menciptakan ruang publik untuk saling belajar,” kata menilai, film dokumenter menjadi media yang tepat untuk menyampaikan berbagai hal. Terdapat tafsir yang memberi ruang bagi berbagai pemikiran bagi publik untuk saling mempertemukan gagasannya melalui proses kreatif.“Dokumenter merupakan kombinasi unik antar-disiplin ilmu dalam mengungkap fakta dan seni melalui penceritaan sinematik,” kata Uki.
Sixteen film projects announced for IDFA Project Space 2023Read more about the selected projects and renowned tutors >IDFA Bertha Fund announces new IBF Europe – Minority Co-production selectionIDFA Bertha Fund announces new IBF Europe – Minority Co-production selectionThe IDFA Bertha Fund is delighted to support seven new documentary projects through the IDFA Bertha Fund Europe – Minority Co-production funding scheme. Since 2022, the Fund only accepts applications from producers that are involved as minority co-producers on the project. The Fund is awarding an amount of €40,000 to each selected project, in addition to offering year-round opportunities for connecting with IDFA’s professional network.… Read moreIDFA films on PiclIDFA films on PiclDuring the year, many films that premiered at IDFA get released in the Netherlands. The films listed below can now be streamed online via Picl only available within the Netherlands. … More infoLatest newsIDFA Bertha Fund announces new IBF Europe – Minority Co-production selectionSelection of film projects and tutors for IDFA Project Space 2023 announcedDocs for Sale catalogue opens with eight exciting filmsNew films to watch at homeZinderIn Flow of WordsMr. LandsbergisHerdShowgirls of PakistanClassics to watch at homeAnniversary of the RevolutionEpisode 3 - Enjoy PovertyThe Other Man - de Klerk and the End of Apartheid
Menjelangrilisnya film dokumenter tersebut, pihak penggarap merilis lebih dulu trailer-nya. Film Dokumenter 'I Am Paul Walker' Rilis Agustus 2018 . Dyah Paramita Saraswati - detikHot. Minggu, 29 Jul 2018 12:29 WIB. Tonton juga 'Film Dokumenter Ed Sheeran Diputar di Festival Film Berlin 2018': [Gambas:Video 20detik] (srs/wes) paul walker.Call for Entry The Festival Film Dokumenter Indonesia is accepting documentaries until August 25th, 2019. Here you can find more information about their Call for Entry. About the festival Festival Film Dokumenter FFD is an annual event held by Forum Film Dokumenter, a non-profit organization based in Yogyakarta, focusing on documentary film research and archiving, as well as film appreciation for educational purposes. General Rules – The festival accepts feature-length over 40 minutes documentaries from Indonesian and foreign filmmakers; and Short Documentaries under 40 minutes from Indonesia High Schoolers are also able to submit. – Feature-length documentaries should have been produced between 2017 – 2019 for International filmmakers, and between 2018-2019 for Indonesian filmmakers. – Short Indonesian documentaries should have been produced between 2018-2019. – Students are welcome to submit as long as the director/s and the film crew are students, from junior to high school or equal during the production year of the film. The submitting person should send the student card or any copy of official document legalized by school that proven their status as an active student. – Film of any language including English must include English subtitle. – Important Film submitted to the festival will be archived by Forum Film Dokumenter for non-profit activities and educational purposes. Filmmaker will be informed for any activities involving the film outside this year’s festival timeline. Any screenings will be done with prior permission from the filmmaker. – Submission Fee FREE – Deadline August 25th, 2019 To submit to the festival and read the Rules & Regulations please follow the next link We remind readers that the 2019 Festival Film Dokumenter will take place from December 1st – 7th, 2019 in Yogyakarta, Indonesia. To see other Call for Entries please go to our section “Call for Entries” FestivalFilm Indonesia 2008 adalah Festival Film Indonesia yang ke-28. Malam Puncak FFI 2008 diselenggarakan pada tanggal 12 Desember 2008 di Gedung Sate, 36 film dokumenter (1 film tidak memenuhi persyaratan), dan 36 film pendek (6 film tidak memenuhi persyaratan), jauh meningkat dari tahun sebelumnya. Call for Entry The Festival Film Dokumenter is accepting films until August 20th, 2018. Here you can find more information about their Call for Entry. Founded in 2002, Yogyakarta, Festival Film Dokumenter FFD is the first documentary film festival in Indonesia and Southeast Asia, focusing on the development of documentary film as a medium of expression and ecosystem of knowledge, through exhibition, education, and archiving. Setting forth the notion born in a light conversation between a group of youngsters, it sought to explore the raw potential in Indonesia’s cinema the documentary medium. Certain traits differentiate documentary films from other audiovisual products, a significant place as a media that educates, reflective, transcends time and space. Amidst the strong current of the mass media, documentary films hold its own role as independent, aspirational media. In its annual celebration every December, Festival Film Dokumenter always try to observe certain social issues as its focus, as well as creating a bridge between documentary filmmakers, professional filmmakers, and the general audiences, on the purpose of improving the quality and quantity of Indonesia documentary films. General Rules – Production year of the feature documentaries can be from 2016-2018. – Short Films in Competition must be produced between 2017-2018 and ONLY to Indonesian Nationality. – Short Films in Non- Competitive Seciton can be from any nationality and production year must be from 2016 to 2018. – Film of any language including English must include English subtitle. – Submission Fee FREE – Deadline August 20th, 2018. To read more about the Rules and Regulations please follow the next link We remind readers that the 2018 Festival Film Dokumenter will take place from December 5th – 12th 2018 in Yogyakarta, Indonesia. To see other Call for Entries please go to our section “Call for Entries”. Perhelatantahunan Festival Film Dokumenter (FFD) tahun 2018 resmi berakhir. Dimulai dari tanggal 5 sampai dengan 12 Desember 2018, FFD telah diselenggarakan dengan serangkaian agenda pemutaran film-film program, pemutaran film-film peserta kompetisi, diskusi, peluncuran program baru, lokakarya kritik film hingga pameran dan ekshibisi di dua lokasi; Taman Budaya Yogyakarta dan IFI - LIP Tahun ini, Program Kompetisi Festival Film Dokumenter kembali menyajikan film-film unggulan, hasil seleksi dari berbagai negara untuk kategori film Dokumenter Panjang, dan tentu saja keragamaan dari berbagai film dokumenter Indonesia dalam kategori Dokumenter Pendek dan Dokumenter Pelajar. Setiap tahun, film – film yang masuk ke Program Kompetisi kian beragam, baik secara konten maupun bentuk – bentuk yang digunakan dalam karya para peserta. Selain itu, tema – tema yang diangkat sangat bervariasi, mulai dari hal-hal yang sederhana dan dekat dengan keseharian, hingga berbagai permasalahan sosial politik yang aktual. Kami menerima 43 Film Kategori Dokumenter Panjang Internasional, 85 Film Kategori Dokumenter Pendek, dan 24 Film Kategori Dokumenter Pelajar. FFD selalu mencari film-film yang bisa secara kritis menanggapi hal-hal sederhana yang ada di sekitar kita, yang diharapkan bisa menjadi bahan refleksi untuk peonton serta menjadi pintu masuk untuk membicarakan isu yang lebih besar. Selain itu dibutuhkan juga kecakapan filmmaker untuk mengemas isu-isu tersebut kedalam bentuk penceritaan, sehingga bisa juga dinikmati penonton sebagai sebuah bentuk karya seni. Pengemasan yang kreatif ini juga menjadi pertimbangan dalam memilih film-film finalis dibawah ini. Sandeep Ray Sebelum mengajar di SUTD-HASS, Sandeep pernah mengajar di University of Wisconsin 2015-2016, dan seorang Luce Postdoctoral Fellow di Rice University 2016-2017. Filmnya sudah pernah diulas di The American Anthropologist and the Journal for Visual Anthropology dan pernah diputar di beberapa festival, seperti di Busan BIFF, Taiwan TIDF, Sydney, Paris Jean Rouch, Tehran IIFF, Copenhagen DOX, dan masuk dalam kurasi the Flaherty Seminar, the Margaret Mead Festival, the Films Division of India, the Asia Research Institute NUS, dan the Whitney and Getty Museums. Anna Har Anna Har adalah direktur FreedomFilmFest, sebuah festival film HAM internasional di Malaysia. Ia adalah ketua Freedom Film Network, sebuah organisasi yang mempromosikan dan mendukung pembuatan film-film bertema sosial. Anna belajar visual antropologi dan telah bekerja di bidang HAM selama 20 tahun. Ia masih terus berkarya sebagai sutradara dan produser di Big Pics Production miliknya. Ronny Agustinus Ronny Agustinus adalah salah satu pendiri Ruang Rupa. Sejak 2005 hingga sekarang, ia mengelola penerbit Marjin Kiri. Ia pernah menjadi kurator sesi Amerika Latin untuk ARKIPEL Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival 2014-2016, juri ARKIPEL 2014-2015, juri dokumenter panjang Festival Film Dokumenter 2015 Yogyakarta, dan juri Psychology Film Festival 2016 Surabaya. Thomas Barker Thomas Barker adalah Asisten Professor Film dan Televisi di University of Nottingham Kampus Malaysia. Ia pernah menjadi mahasiswa tamu di UCLA, UI, dan The National University of Singapore serta pernah menjadi mahasiswa di UGM, Yogyakarta. Selain itu, ia juga pernah menulis di beberapa media, antara lain untuk Cinema Poetica, The Jakarta Post, Rumah Film, dan Asian Cinema. Akhir-akhir ini ia turut menjadi co-producer dan menarasikan dokumenter delapan bagian yang dibuat untuk BFM Radio Kuala Lumpur, Malaysia. Vivian Idris Pembuat film otodidak yang misinya adalah menggunakan medium audio-visual sebagai alat untuk edukasi, pelestarian budaya, mengakselerasi pergerakan sosial, dan sebagai salah satu cara berkontribusi kembali ke masyarakat. Vivian juga aktif berpartisipasi di festival-festival lokal di Indonesia sebagai juri Festival Film Indonesia, Anti Corruption Film Festival, XXI Short Film Festival, Festival Film Surabaya, Festival Film Dokumenter, Eagle Academy, UCIFEST 7, Festival Video Edukasi dan membuat workshop pembuatan film dokumenter. Antariksa Antariksa adalah peneliti dan anggota pendiri KUNCI Cultural Studies Center, Yogyakarta. Dia kini menjadi peneliti tamu pada Global Souths du Collège d’études mondiales/Fondation Maison des sciences de l’homme FMSH, Paris, dan Associate Fellow pada the Institute of Southeast Asian Studies ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura. Steve Pilar Setiabudi Pillar lahir di Solo, Indonesia. Ia lulus dari jurusan desain grafis di Yogyakarta tahun 1997. Sejak saat itu, ia aktif berkegiatan dalam beberapa produksi film dokumenter. Saat ini ia tengah bekerja di Artifact Media, di mana ia aktif memproduseri dan menyutradarai film-film dokumenter. Jason Iskandar Jason Iskandar lahir di Jakarta pada tahun 1991. Ia mulai membuat film pada usia 17 tahun di workshop dan kompetisi film dokumenter Think Act Change, di mana filmnya yang berjudul Sarung Petarung memenangkan tiga penghargaan. Film dokumenternya yang berjudul Indonesia Bukan Negara Islam memenangkan penghargaan film terbaik kategori pelajar pada Festival Film Dokumenter 2009. Saat ini ia sedang mempersiapkan film panjang pertamanya. Irfan R. Darajat Lahir di Purbalingga, 22 Oktober 1988. Ia menamatkan pendidikan S1 Jurusan Politik dan Pemerintahan tahun 2012 dan melanjutkan studi S2 Kajian Budaya dan Media di UGM pada tahun 2013 hingga sekarang. Salah satu anggota kelompok peneliti musik dan masyarakat “Laras”. Juri Kategori PanjangJuri Kategori PendekJuri Kategori Pelajar Juri Kategori Panjang Sandeep Ray Sebelum mengajar di SUTD-HASS, Sandeep pernah mengajar di University of Wisconsin 2015-2016, dan seorang Luce Postdoctoral Fellow di Rice University 2016-2017. Filmnya sudah pernah diulas di The American Anthropologist and the Journal for Visual Anthropology dan pernah diputar di beberapa festival, seperti di Busan BIFF, Taiwan TIDF, Sydney, Paris Jean Rouch, Tehran IIFF, Copenhagen DOX, dan masuk dalam kurasi the Flaherty Seminar, the Margaret Mead Festival, the Films Division of India, the Asia Research Institute NUS, dan the Whitney and Getty Museums. Anna Har Anna Har adalah direktur FreedomFilmFest, sebuah festival film HAM internasional di Malaysia. Ia adalah ketua Freedom Film Network, sebuah organisasi yang mempromosikan dan mendukung pembuatan film-film bertema sosial. Anna belajar visual antropologi dan telah bekerja di bidang HAM selama 20 tahun. Ia masih terus berkarya sebagai sutradara dan produser di Big Pics Production miliknya. Ronny Agustinus Ronny Agustinus adalah salah satu pendiri Ruang Rupa. Sejak 2005 hingga sekarang, ia mengelola penerbit Marjin Kiri. Ia pernah menjadi kurator sesi Amerika Latin untuk ARKIPEL Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival 2014-2016, juri ARKIPEL 2014-2015, juri dokumenter panjang Festival Film Dokumenter 2015 Yogyakarta, dan juri Psychology Film Festival 2016 Surabaya. Juri Kategori Pendek Thomas Barker Thomas Barker adalah Asisten Professor Film dan Televisi di University of Nottingham Kampus Malaysia. Ia pernah menjadi mahasiswa tamu di UCLA, UI, dan The National University of Singapore serta pernah menjadi mahasiswa di UGM, Yogyakarta. Selain itu, ia juga pernah menulis di beberapa media, antara lain untuk Cinema Poetica, The Jakarta Post, Rumah Film, dan Asian Cinema. Akhir-akhir ini ia turut menjadi co-producer dan menarasikan dokumenter delapan bagian yang dibuat untuk BFM Radio Kuala Lumpur, Malaysia. Vivian Idris Pembuat film otodidak yang misinya adalah menggunakan medium audio-visual sebagai alat untuk edukasi, pelestarian budaya, mengakselerasi pergerakan sosial, dan sebagai salah satu cara berkontribusi kembali ke masyarakat. Vivian juga aktif berpartisipasi di festival-festival lokal di Indonesia sebagai juri Festival Film Indonesia, Anti Corruption Film Festival, XXI Short Film Festival, Festival Film Surabaya, Festival Film Dokumenter, Eagle Academy, UCIFEST 7, Festival Video Edukasi dan membuat workshop pembuatan film dokumenter. Antariksa Antariksa adalah peneliti dan anggota pendiri KUNCI Cultural Studies Center, Yogyakarta. Dia kini menjadi peneliti tamu pada Global Souths du Collège d’études mondiales/Fondation Maison des sciences de l’homme FMSH, Paris, dan Associate Fellow pada the Institute of Southeast Asian Studies ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura. Juri Kategori Pelajar Steve Pilar Setiabudi Pillar lahir di Solo, Indonesia. Ia lulus dari jurusan desain grafis di Yogyakarta tahun 1997. Sejak saat itu, ia aktif berkegiatan dalam beberapa produksi film dokumenter. Saat ini ia tengah bekerja di Artifact Media, di mana ia aktif memproduseri dan menyutradarai film-film dokumenter. Jason Iskandar Jason Iskandar lahir di Jakarta pada tahun 1991. Ia mulai membuat film pada usia 17 tahun di workshop dan kompetisi film dokumenter Think Act Change, di mana filmnya yang berjudul Sarung Petarung memenangkan tiga penghargaan. Film dokumenternya yang berjudul Indonesia Bukan Negara Islam memenangkan penghargaan film terbaik kategori pelajar pada Festival Film Dokumenter 2009. Saat ini ia sedang mempersiapkan film panjang pertamanya. Irfan R. Darajat Lahir di Purbalingga, 22 Oktober 1988. Ia menamatkan pendidikan S1 Jurusan Politik dan Pemerintahan tahun 2012 dan melanjutkan studi S2 Kajian Budaya dan Media di UGM pada tahun 2013 hingga sekarang. Salah satu anggota kelompok peneliti musik dan masyarakat “Laras”. FILM FINALIS All CategoryDokumenter PanjangDokumenter PendekDokumenter Pelajar
FestivalDokumenter Budi Luhur (FDBL) mempunyai visi menjadi ajang kompetisi dan Audio Visual Library untuk Kearifan Lokal Asia Tenggara. Ajang kompetisi film dokumenter ini terbagi menjadi tiga
Civic and Social Organizations Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 57 followers About us Founded in 2002, Yogyakarta, Festival Film Dokumenter FFD is the first documentary film festival in Indonesia and Southeast Asia, focusing on the development of documentary film as a medium of expression and ecosystem of knowledge, through exhibition, education, and archiving. Setting forth the notion born in a light conversation between a group of youngsters, it sought to explore the raw potential in Indonesia’s cinema the documentary medium. Certain traits differentiate documentary films from other audiovisual products, a significant place as a media that educates, reflective, transcends time and space. Amidst the strong current of the mass media, documentary films hold its own role as independent, aspirational media. In its annual celebration every December, Festival Film Dokumenter always try to observe certain social issues as its focus, as well as creating a bridge between documentary filmmakers, professional filmmakers, and the general audiences, on the purpose of improving the quality and quantity of Indonesia documentary films. Industries Civic and Social Organizations Company size 11-50 employees Headquarters Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta Type Nonprofit Founded 2002 Specialties film, documentary, cinema, visual, film studies, film archive, and archive Locations Employees at Festival Film Dokumenter Similar pages Browse jobs User Experience Designer jobs 23,764 open jobs Developer jobs 344,797 open jobs Engineer jobs 608,159 open jobs Software Intern jobs 1,932 open jobs Curator jobs 2,551 open jobs Operational Specialist jobs 79,719 open jobs Supervisor jobs 1,307,149 open jobs Asset Manager jobs 31,954 open jobs Writer jobs 32,916 open jobs Assistant jobs 728,748 open jobs Android Developer jobs 41,511 open jobs